Prioritastv.com, Lampung Barat – Alih fungsi lahan di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) kembali menjadi sorotan. Berdasarkan data, dari total 57.530 hektare kawasan hutan TNBBS yang berada dalam wilayah Kabupaten Lampung Barat, sekitar 21.925 hektare telah beralih fungsi menjadi perkebunan kopi robusta.
Founder Masyarakat Independent GERMASI, Ridwan Maulana, CPL.CDRA, mencurigai adanya indikasi penguasaan lahan oleh pihak tertentu yang menggunakan masyarakat sebagai tameng. Menurutnya, luasnya lahan yang telah berubah fungsi menunjukkan kemungkinan adanya keterlibatan pihak berpengaruh.
“Kami melihat ada kejanggalan dalam alih fungsi lahan ini. Tidak mungkin lahan seluas itu dikuasai oleh masyarakat secara individu tanpa ada peran atau campur tangan pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan besar,” ujar Ridwan.
Senada dengan Ridwan, aktivis lingkungan dari Lembaga Konservasi 21, Ir. Edy Karizal, menilai bahwa kerusakan hutan yang masif ini tidak lepas dari peran perusahaan-perusahaan yang menikmati hasil dari perkebunan kopi ilegal di kawasan konservasi.
“Perusahaan-perusahaan ini menikmati manisnya hasil haram kopi robusta dari kawasan hutan tanpa harus memiliki lahan sendiri, tanpa butuh tenaga kerja, cukup mendukung petani dari sisi budidaya dan pemasaran. Mereka diuntungkan secara besar-besaran sementara hutan terus dirusak,” tegas Edy.
Ia juga mengkritik pemerintah daerah yang dinilai membiarkan atau bahkan mendukung masuknya masyarakat ke kawasan hutan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.
“Pemda Lambar harus bertanggung jawab atas kerusakan ini. Mereka mendukung kepentingan konstituen dalam jangka pendek tanpa memikirkan bahwa tindakan ini merugikan banyak pihak dalam skala lebih besar,” tambahnya.
Alih fungsi lahan secara besar-besaran ini juga berpotensi menimbulkan dampak ekologis yang serius, seperti hilangnya sumber mata air, meningkatnya risiko bencana tanah longsor dan banjir, serta hilangnya habitat satwa liar.
Atas kondisi ini, GERMASI dan Lembaga Konservasi 21 mendesak Pemerintah Pusat, TNI, Balai Besar TNBBS, serta Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Kejaksaan Agung RI, untuk turun tangan dan mengusut keterlibatan oknum-oknum yang diduga menguasai lahan secara ilegal.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang terkait dugaan ini. Namun, berbagai pihak terus mendorong transparansi dan penegakan hukum agar kawasan konservasi tidak semakin terancam oleh kepentingan kelompok tertentu. (Kamto Winendra)