Menu

Mode Gelap
 

Lampung · 5 Oct 2024 07:53 WIB ·

Keresahan Peratin Lampung Barat Soal Fenomena Oknum Wartawan Tukang Peras


 Caption: Suasana Pelantikan DPC Apdesi Lampung Barat masa bakti 2024-2028 di GOR Ajisaka Kawasan Sekuting Terpadu, Pekon Watas, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat pada Senin (30/9/2024), lalu. Perbesar

Caption: Suasana Pelantikan DPC Apdesi Lampung Barat masa bakti 2024-2028 di GOR Ajisaka Kawasan Sekuting Terpadu, Pekon Watas, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat pada Senin (30/9/2024), lalu.

Prioritastv.com, Lampung Barat – Sejumlah peratin alias kepala desa di Lampung Barat mengalami keresahan akibat maraknya oknum wartawan yang kerap mendatangi mereka dengan niatan memeras.

Maraknya oknum wartawan yang disinyalir tak memiliki sertifikat pelatihan jurnalistik itu merupakan satu di antara imbas dari menjamurnya media online.

Menjamurnya media online di Lampung Barat, juga tak seiring dengan kesejahteraan para jurnalisnya.

Padahal, kesejahteraan jurnalis ini erat kaitannya dengan profesionalisme jurnalis.

Pada Desember tahun lalu, media ini sempat berbincang dengan seorang kepala desa alias peratin yang kini tidak lagi menjabat.

Juang—bukan nama sebenarnya, seorang mantan peratin suatu pekon yang ada di Kecamatan Air Hitam, Lampung Barat menceritakan, para oknum jurnalis tersebut bukan hanya tak mengindahkan kode etik jurnalistik, tetapi juga tidak mengindahkan etika dalam berhubungan sosial.

“Di kantor saya ini kan ada aparatur yang cantik. Dia (oknum jurnalis) nanya ke aparatur saya itu, berapa Dek,” ujarnya sembari meniru cara oknum jurnalis tersebut merayu seorang aparatur pekonnya.

Mirisnya, Juang bercerita, oknum jurnalis tersebut kini tengah mendekam di penjara dengan vonis selama tiga tahun kurungan sejak 2023 lalu, akibat beberapa tindak pidana yang ia lakukan.

“Penipuan, pemerasan, sama pencabulan,” kata dia.

Bahkan, imbas dari membludaknya oknum jurnalis yang meminta kerja sama publikasi dengan pemerintah pekon, Juang mau tidak mau mengakali anggaran publikasi yang semula hanya Rp 25 juta menjadi Rp 60 juta pada 2023 lalu.

Pada tahun itu pula, terdapat enam puluhan proposal kerja sama publikasi yang diajukan oleh berbagai media.

Kebanyakan oknum wartawan juga merangkap sebagai divisi pemasaran perusahaan media online.

Demi menjalin kerja sama publikasi, tak jarang mereka menggunakan intimidasi dan ancaman melalui data-data dugaan korupsi yang dilakukan oleh para peratin.

Keluhan juga dialami satu di antara Sekretaris Kecamatan (Sekcam) yang menjadi Penjabat (Pj) Peratin di sebuah pekon.

“Baru satu bulan, Sekcam yang jadi Pj Peratin itu nangis-nangis karena ngeladenin oknum-oknum wartawan itu,” cerita Juang.

Keresahan terhadap oknum-oknum wartawan juga dialami banyak peratin di Kecamatan Gedung Surian, Lampung Barat.

TAK ADA PEMBELAAN DARI PEMDA

Catur—bukan nama asli, tengah dalam kondisi tidak fit tatkala wartawan media ini menyambangi kediamannya pada akhir Desember tahun lalu.

Raut wajahnya yang murung seolah menyiratkan amat banyak problematika yang sedang ia hadapi.

Catur merupakan salah satu peratin di sebuah pekon yang ada Kecamatan Gedung Surian.

Dirinya menjadi salah satu yang resah terhadap tindak-tanduk sejumlah oknum wartawan.

Banyak dari mereka yang kerap mendesak Catur untuk menandatangani kerja sama publikasi.

“Kalau anggarannya bisa dibuat banyak-banyak, ya saya buat banyak-banyak lah,” ujar dia.

“Cuma kan kita dibatasi. Kalau angkanya sudah di atas Rp 25 juta itu, pemda juga mempertanyakan,” imbuhnya.

Jika ia menolak untuk bekerja sama, para oknum tersebut mengancamnya dengan pemberitaan mengenai data-data dugaan korupsi.

Pernah suatu ketika, dirinya dihubungi oleh seorang oknum wartawan sekitar pukul 22.00 WIB hanya untuk melakukan konfirmasi mengenai data anggaran dana desa (ADD).

“Ya itu udah bukan jam kerja saya lagi. Semestinya kan dia datang ke kantor, karena data-data itu adanya di kantor,” terang Catur.

“Gak mungkin lah saya mau nebak-nebak ngejawabnya, karena yang ditanyakan itu soal data,” terus dia.

Sebagaimana yang telah disampaikan Pj Bupati Lampung Barat Nukman dalam salah satu kegiatan musrembang kecamatan tahun lalu, jurnalis tidak memiliki kapasitas untuk melakukan audit, jurnalis hanya berperan sebagai kontrol sosial.

Namun, makin ke sini, banyak terjadi pergeseran peran wartawan.

Alih-alih melakukan kontrol sosial, kian marak oknum wartawan yang berperan seolah-olah menjadi auditor.

Guna melancarkan aksinya, mereka kerap menyalahgunakan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Malah, kayaknya mereka (oknum-oknum wartawan) yang lebih ngerti kerjaan saya ketimbang saya sendiri,” keluh Catur.

“Jadi, sekarang ini peratin rusaknya bukan karena kinerjanya gak bagus, tapi karena pemberitaan,” tambahnya.

Tak habis di situ, ia mengungkapkan, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) turut melakukan hal serupa.

Catur pernah disurati oleh salah satu LSM yang menghendaki dirinya untuk memaparkan penggunaan ADD secara transparan.

Sayangnya, pihak Pemkab Lampung Barat melalui Inspektorat yang ia harap bisa diandalkan, justru terlihat lebih memihak LSM tersebut.

“Inspektorat tersebut sepertinya lebih takut sama LSM itu. Padahal, seharusnya mereka menjadi lini terdepan, bukan harus mem-backup up, lho,” ujarnya.

Sebagai contoh, salah satu kegiatan di pekonnya pada tahun 2018 lalu yang sudah rampung dan sudah melewati tahap Provisional Hand Over (PHO).

“Bayangkan kalo misalnya pekerjaan di tahun 2018, diperiksa. Jelas hasil audit antara tahun 2018 dengan sekarang berbeda. Ya mungkin juga semennya udah pada rontok. Abis itu, tetap dihitung kerugian,” bebernya.

“Nah, kenapa itu masih tetap harus diproses? Kenapa kami ini masih tetap dipanggil? Padahal kan udah pernah dicek sama Inspektorat,” imbuh Catur.

JURNALIS MENJADI AUDITOR

Seorang camat di Lampung Barat, sebut saja Gagah pada Agustus 2024 mengungkapkan, sejumlah wartawan kini mulai berani meminta data mengenai suatu proyek.

Bukan hanya di Lampung Barat, bahkan wartawan yang berasal dari luar Lampung Barat pun tak segan-segan untuk meminta data kepada dirinya.

“Kamu gak tau siapa saya,” kata Gagah menirukan salah satu oknum wartawan yang berasal dari luar daerah, ketika memaksanya untuk memberikan data mengenai sebuah proyek pembangunan tower.

Ada lagi, lanjut Gagah, oknum wartawan yang menyebarkan berita hoax berkenaan dengan seorang peratin melalui media sosial TikTok.

Peratin tersebut dituduh melakukan perselingkuhan, hingga melahirkan seorang anak.

PERATIN JUGA HARUS INTROSPEKSI

Camat lainnya, panggil saja Dasa, menekankan pentingnya introspeksi bagi para peratin, bukan hanya wartawan.

Ia menyebut, kadangkala dirinya menemui peratin dengan tabiat yang kurang baik, misalnya arogan, sembrono, hingga sok hebat.

“Peratin ini kan gak semuanya sama. Ada yang hanya dipelototin aja udah diam. Ada yang dibentak baru diam. Tapi ada juga yang harus ditempeleng dulu baru diam,” sebut Dasa pada 19 September tahun lalu.

Adanya oknum wartawan yang kerap melakukan pemerasan, ia menilai, akibat dari adanya peratin yang kinerjanya asal-asalan.

“Media ini kan memiliki peran sebagai kontrol sosial, kalau peratin bekerja sesuai tupoksi, pasti gak bakal takut diperas,” tegasnya.

JURNALIS PROFESIONAL JADI KESULITAN

Fenomena teror oknum jurnalis yang kerap memeras peratin berimbas turut berimbas terhadap jurnalis yang bekerja secara profesional, yang mengedepankan kode etik jurnalistik.

Tatkala hendak meminta seorang peratin sebagai narasumber liputan, jurnalis-jurnalis yang bekerja sesuai prosedur menemui kendala.

Peratin acap kali menyamakan jurnalis-jurnalis tersebut dengan oknum wartawan abal-abal.

Sebagian dari peratin memilih bersikap apatis, enggan berkomunikasi dengan para jurnalis, lebih-lebih menjadi narasumber.

Hal inilah yang dirasakan seorang jurnalis di Lampung Barat bernama samaran Tara.

Dirinya yang telah menjadi jurnalis lebih dari lima tahun ini mengatakan, para peratin kini menjadi sulit dihubungi.

“Ada peratin yang tadinya enak dihubungi, jadi susah dihubungi. Setelah saya temuin dan ngobrol, ternyata dia lagi punya masalah sama oknum wartawan abal-abal,” cerita Tara yang ditemui pada akhir September 2024.

“Ada juga yang tahu-tahu marah-marah ketika ditelpon. Padahal saya emang udah janjian sebelumnya sama peratin itu. Kemungkinan dia juga lagi ada masalah sama wartawan tukang meras,” sambungnya.

Meski kini mulai marak fenomena pemerasan yang dilakukan oknum wartawan, pemerintah, aparat penegak hukum, dan Dewan Pers dinilai masih belum serius dalam menyikapinya. (Kamto Winendra)

Artikel ini telah dibaca 60 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Kejari Pringsewu Ucapkan Selamat HUT ke-79 TNI di Acara Syukuran Kodim 0424 Tanggamus

5 October 2024 - 12:13 WIB

Polsek Semaka Tanggamus Gelar Patroli Malam, Antisipasi Kejahatan dan Ciptakan Kondisi Aman

5 October 2024 - 08:46 WIB

Suami Selegram Lampung Ditetapkan Tersangka KDRT oleh Polisi

4 October 2024 - 21:10 WIB

Camat Pugung Tanggamus : Harapan Green House Melon Tanjung Heran Menjadi Agro Wisata

4 October 2024 - 21:02 WIB

Pj Bupati Tanggamus : TPI Higienis Resmi Dibuka, Berikan Harapan Peningkatan Pendapatan Nelayan

4 October 2024 - 20:43 WIB

Pj Gubernur Lampung Resmikan Poskesdes dan Green House di Tanjung Heran Pugung Tanggamus

4 October 2024 - 20:36 WIB

Trending di Lampung