Prioritastv.com, Lampung – Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (Germasi) secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) terkait mafia tanah, alih fungsi lahan, dan perusakan kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di wilayah Lampung Barat ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Lampung.
Laporan tersebut menyoroti keterlibatan sejumlah oknum pejabat daerah dan pusat, termasuk Bupati Lampung Barat, anggota DPRD, Kepala Balai Besar TNBBS, mantan Dirjen KSDAE Kementerian LHK, serta pihak ATR/BPN setempat.
Kuasa Hukum Germasi, Hengki Irawan, dalam konferensi pers Selasa (10/4/2025), mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengantongi bukti kuat terkait dugaan keterlibatan para pihak tersebut.
“Kami sudah memiliki dokumen dan data pendukung yang cukup untuk melaporkan kasus ini ke Kejati Lampung. Kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti dan memproses semua pihak yang terlibat sesuai hukum yang berlaku,” ujar Hengki.
Hengki menambahkan, kawasan TNBBS yang seharusnya dilindungi sebagai kawasan konservasi, justru beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kopi robusta dan permukiman, yang diduga difasilitasi oleh oknum berkepentingan.
“Kami menduga ada skenario sistematis untuk mengalihfungsikan lahan secara ilegal demi kepentingan bisnis, yang mengorbankan kelestarian lingkungan,” tegasnya.
Germasi juga mencurigai adanya penguasaan lahan oleh pihak-pihak besar yang menggunakan nama masyarakat sebagai tameng.
Founder Germasi, Ridwan Maulana, menyatakan bahwa skala alih fungsi lahan yang terjadi tidak mungkin hanya dilakukan oleh petani kecil.
“Kami menduga ada oknum berpengaruh yang bermain di balik alih fungsi ini, yang patut diinvestigasi lebih lanjut,” katanya.
Menurut data, dari total 57.530 hektare kawasan TNBBS di Lampung Barat, sekitar 21.925 hektare telah berubah menjadi kebun kopi robusta.
Hal ini memperkuat dugaan adanya praktik mafia tanah dan penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi dan kelompok.
Aktivis lingkungan dari Lembaga Konservasi 21, Edy Karizal, turut mengecam kerusakan masif kawasan TNBBS yang menurutnya menguntungkan perusahaan kopi besar tanpa perlu memiliki lahan sendiri.
“Perusahaan-perusahaan itu tinggal mendukung budidaya dan pemasaran, sementara petani membuka kawasan hutan secara ilegal. Pemerintah daerah seolah menutup mata demi kepentingan jangka pendek,” tutur Edy.
Ia juga memperingatkan bahwa tingginya harga kopi justru semakin mendorong perusakan hutan dan jual beli lahan secara ilegal di kawasan konservasi.
“Ini tindakan biadab dan tidak manusiawi. TNBBS adalah sumber kehidupan bagi banyak wilayah di Lampung. Jika tidak ditindak, kita akan menghadapi bencana ekologis yang jauh lebih besar,” tegas Edy.
GERMASI dan Lembaga Konservasi 21 mendesak Pemerintah Pusat, TNI, Balai Besar TNBBS, serta Aparat Penegak Hukum—khususnya Kejaksaan Agung RI—untuk segera turun tangan dan mengusut tuntas dugaan keterlibatan oknum dalam penguasaan lahan ilegal.
Aktivis anti-korupsi dan pegiat lingkungan terus mendorong penegakan hukum dan transparansi dalam pengelolaan kawasan hutan agar keberadaan TNBBS sebagai kawasan konservasi tetap terjaga dari kepentingan jangka pendek yang merusak. (Erwin)