Prioritastv.com, Lampung Barat – Kawasan Souh dan Bandar Negeri Souh Lampung Barat kembali menjadi pusat perhatian setelah terjadi interaksi negatif antara manusia dan Harimau Sumatera. Dugaan kurangnya mangsa bagi satwa buas yang diburu maupun dijerat ini telah memicu serangkaian insiden tragis terhadap dua petani setempat.
Perburuan dan jeratan satwa mangsa harimau itu tidak hanya mengakibatkan kekurangan makanan, bahkan menyebabkan harimau itu sendiri menjadi korban pada tanggal 3 Juli 2019 lalu di Batu Ampar, Kecamatan Suoh akibat jerat warga yang tidak bertanggung jawab.
Faktor lain, pembukaan lahan perkebunan baru di kawasan TNBBS turut memperumit situasi. Didukung banyaknya semak belukar yang tumbuh memberikan perlindungan bagi harimau dalam mencari mangsa, sementara manusia sulit untuk mendeteksi keberadaan mereka.
Sadatin Kasat Polhut Balai Besar TNBBS menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan patroli intensif untuk mengamankan dan melindungi satwa liar setiap bulannya. Namun, penemuan jerat yang terus menerus baik berupa tambang nilon menunjukkan bahwa jumlah mangsa satwa buas berkurang, meninggalkan harimau tanpa pilihan selain mencari mangsa di luar habitat alaminya.
“Dari kejadian satwa yang terkena jerat pada 3 Juli 2019, kita intens melakukan patroli khususnya terkait dengan pengamanan perlindungan satwa. Dari data smart yang dimilikinya termasuk dari hasil patroli di lapangan itu hampir mendapat jerat mangsa buruan harimau,” kata Sadatin, Sabtu 24 Februari 2024.
Menyikapi hal tersebut, Sadatin menekankan perlunya edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya faktor-faktor seperti pembukaan lahan yang telah mengubah perilaku harimau.
“Jadi mungkin ini ada kaitan dengan kenapa satwa ini sampai berburu sampai keluar, nah mungkin dari jumlah populasi satwa mangsanya berkurang, kita hubungkan dengan hasil hasil yang kita dapat di lapangan terkait jerat masih banyak ya,” jelasnya.
Atas evaluasi tersebut, Sadatin menegaskan perlu edukasi kepada masyarakat termasuk faktor pembukaan lahan karena sudah ada aktivitas manusia.
“Mungkin dia sudah berubah perilakunya, sebab selama ini dialam bebas dia masih berhubungan dengan satwa mangsanya. Tapi dengan adanya bukan lahan aktivitas manusia sudah ada di situ, dia bisa berubah perilakunya,” tegasnya.
Di sisi lain, Dokter TNBBS, Erni Suyanti, menyoroti kondisi lingkungan yang mendukung interaksi negatif antara manusia dan satwa liar.
“Lokasi yang dipenuhi semak belukar rimbun membuat area tersebut rawan untuk terjadinya konflik,” ucapnya.
Ditempat sama, Zonfa petugas TNBBS selaku pemasang kandang perangkap menambahkan bahwa survei yang dilakukan tim patroli menemukan tanda-tanda keberadaan harimau di kawasan tersebut sehingga dipasang kandang pada jalur tersebut.
“Kita memastikan bahwa lokasi itu berpotensi untuk bisa tertangkap, setelah tim pendahuluan menemukan jejak harimau,” kata Sadatin
Ia menambahkan, meski ada temuan temuan tanda keberadaan jejak harimau, posisi harimau sebenarnya berada dalam kawasan TNBBS.
“Karena kita perkirakan bahwa di situ memang lintasannya dan kita harapkan sehingga kita pasang disitu, itu kandang yang lama,” tandasnya.
Diketahui, serangan harimau terhadap dua warga kali dalam kurun waktu 15 hari, peristiwa pertama terjadi pada Kamis (8/2/2024) dengan korban bernama Gunarso. Dia ditemukan tewas oleh warga usai dinyatakan hilang saat berkebun.
Kemudian, peristiwa kedua terjadi pada Rabu (19/2/2024) yang menimpa korban Sahri. Dia ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan pada Kamis (22/2/2024) malam. (Kamto Winendra)