Prioritastv.com, Pringsewu, Lampung – Sorotan terhadap Cafe Ummika Coffee dan Resto belum juga mereda. Setelah berbagai kesaksian eks karyawan bermunculan soal dugaan pelanggaran ketenagakerjaan dan sistem kerja yang dinilai semena-mena, kini muncul lagi pengakuan baru dari mantan pegawai berinisial LU.
LU mengaku pernah berupaya mengambil KTP miliknya usai lebaran, namun niat itu justru disambut dengan respons yang mengecewakan dari pihak kafe.
“Iya, kemarin habis Lebaran saya ambil KTP di Ummika. Cuman enggak dikasih. Padahal saya belum ada ikatan kontrak ataupun tanda tangan. Tapi malah dimarahin,” ungkapnya.
Yang mengejutkan, setelah pemberitaan tentang Ummika viral dan ramai dibicarakan publik, LU tiba-tiba dihubungi oleh salah satu karyawan aktif kafe tersebut. Pesannya jelas: ambil KTP sekarang.
“Setelah Ummika viral, ada karyawan yang chat saya, suruh ambil KTP. Tapi sampai sekarang belum saya ambil,” katanya.
LU juga sempat mendengar bahwa ada upaya lain dari pihak karyawan untuk mengembalikan KTP ke rumahnya. Namun karena ia sedang tidak di tempat, dokumen itu belum berpindah tangan.
“Katanya KTP saya sekarang masih dipegang karyawan Ummika. Tapi saya masih ragu untuk mengambilnya. Saya takut nanti malah ada tekanan lagi atau dimarahi,” ujar LU pelan.
Kasus ini menambah deretan panjang dugaan pelanggaran hak tenaga kerja di Cafe Ummika, mulai dari penahanan KTP, tidak adanya kontrak kerja tertulis, hingga sistem denda yang dianggap memberatkan.
LU sendiri memastikan bahwa selama bekerja, tidak pernah ada dokumen resmi yang ditandatangani sebagai bukti hubungan kerja formal.
“Saya enggak pernah tanda tangan kontrak. Tapi kok KTP saya bisa ditahan begitu aja? Dan baru dikembalikan setelah kasusnya viral,” ucapnya heran.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak manajemen Ummika terkait pengakuan LU maupun sejumlah testimoni mantan pegawai lainnya.
Sebelumnya, beberapa eks karyawan juga menyampaikan bahwa manajemen kerap memperbaiki sistem kerja setelah kasusnya mencuat ke publik seolah-olah ingin membungkam kritik dengan pembenahan instan yang bersifat kosmetik.
LU pun berharap ada penyelesaian yang adil dan perlindungan terhadap pekerja bisa ditegakkan. Ia juga meminta agar ada mekanisme formal yang melibatkan pemerintah sebagai penjamin hak-hak dasar tenaga kerja di sektor usaha seperti kafe dan resto.
“Kalau bisa, ada perjanjian tertulis ke depannya. Jadi pemilik usaha enggak bisa semena-mena lagi,” tutupnya. (Davit)