Prioritastv.com, Bandung, Jawa Barat – Aksi perundungan terhadap seorang siswa SMP di Kota Bandung viral di media sosial. Dalam video yang beredar, terlihat empat siswa SMP mengeroyok seorang rekannya dengan brutal.
Korban yang tak berdaya terus menangis dan berteriak meminta ampun, sambil memanggil ibunya. Selain dipukul dan ditendang, para pelaku bahkan menggunakan kayu untuk menganiaya korban.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung memastikan akan memberikan pendampingan kepada korban. Kepala DP3A Kota Bandung, Uum Sumiati, mengungkapkan pihaknya telah bertemu dengan korban untuk memberikan dukungan sejak video perundungan tersebut viral.
“Informasi baru kami terima tadi malam, sehingga kami masih mengumpulkan lebih banyak data. Namun, sejak pagi tadi, kami sudah mengunjungi korban, melihat kondisinya, dan melakukan langkah awal seperti pemeriksaan medis serta konseling,” ujar Uum Sabtu 22 Februari 2025.
Menurutnya, korban telah menjalani pemeriksaan awal di puskesmas dan akan dirujuk ke Rumah Sakit Bandung Kiwari jika diperlukan. “DP3A juga menyerahkan proses hukum kepada pihak kepolisian untuk menangani kasus ini sesuai prosedur yang berlaku,” tandasnya.
Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung bergerak cepat dan telah menetapkan lima anak sebagai Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dalam kasus perundungan ini.
Kasatreskrim Polrestabes Bandung, AKBP Abdul Rahman, mengungkapkan bahwa pihaknya langsung melakukan penyelidikan setelah video perundungan tersebut viral.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan, ada lima orang yang kami tetapkan sebagai ABH, yaitu FP (16), FF (15), FA (14), KP (16), dan AR (13),” kata Abdul di Bandung.
Dari hasil penyelidikan, kasus perundungan ini bermula ketika korban, R (15), meminjam sepeda motor milik MF. Namun, saat dikembalikan, motor tersebut dalam kondisi rusak. MF yang tidak terima, kemudian mengajak teman-temannya untuk melakukan penganiayaan terhadap korban.
“MF mengajak rekan-rekannya untuk melakukan perundungan kepada korban R sebagai bentuk balas dendam,” ujar Abdul.
Meskipun telah ditetapkan sebagai ABH, kelima pelaku tidak ditahan dan dikembalikan ke orang tua masing-masing untuk mendapatkan pembinaan.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15, penahanan atau hukuman penjara merupakan langkah terakhir dalam penegakan hukum terhadap anak di bawah umur,” jelas Abdul.
Sementara itu, korban tetap bersekolah seperti biasa dan akan mendapatkan pendampingan psikologis lebih lanjut. Dari lima pelaku, dua di antaranya diketahui telah putus sekolah, sementara tiga lainnya masih aktif bersekolah.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih waspada terhadap perundungan di lingkungan sekolah. (Deru)